LANSKAPSULAWESI.COM – Tana Toraja, 9 Juni 2025 – Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tana Toraja, Nopen Kessu, S.Ag., mendesak Kapolda Sulawesi Selatan untuk segera mencopot AKBP Budi Hermawan dari jabatannya sebagai Kapolres Tana Toraja. Desakan ini muncul menyusul polemik yang mencuat seputar pembangunan Musolla di Kelurahan Buntu Burake, Kecamatan Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Pembangunan musolla tersebut menuai kontroversi karena didirikan di kawasan Objek Wisata Religi Patung Yesus Memberkati, tepatnya di sekitar portal kedua, tanpa izin mendirikan bangunan (IMB) serta belum mengantongi rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Dalam Pasal 13 dan 14 Peraturan Menteri tersebut ditegaskan:
“Pendirian rumah ibadah dilakukan atas dasar kebutuhan nyata dan tidak menimbulkan keberatan dari masyarakat setempat, serta harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta persyaratan khusus berupa daftar nama dan KTP paling sedikit 90 orang pengguna rumah ibadah yang disahkan pejabat setempat, serta rekomendasi tertulis dari FKUB dan kepala kantor departemen agama setempat.”
Ketua GMKI Tana Toraja menilai, keikutsertaan Kapolres Tana Toraja, AKBP Budi Hermawan, dalam prosesi peletakan batu pertama pada Minggu, 8 Juni 2025 pembangunan musolla tanpa adanya pemenuhan persyaratan tersebut, merupakan bentuk kelalaian serius terhadap prosedur hukum dan norma sosial masyarakat Toraja.
“Peletakan batu pertama oleh Kapolres adalah bentuk keterlibatan aktif yang tidak bisa dianggap netral. Ini bukan hanya soal ketidakhadiran izin, tapi soal ketidakpekaan terhadap konteks sosial dan religius masyarakat Toraja,” tegas Nopen Kessu dalam pernyataan resminya.
GMKI menganggap tindakan tersebut bukan hanya ceroboh, namun juga berpotensi merusak harmoni antarumat beragama di daerah yang selama ini dikenal sebagai wilayah dengan toleransi tinggi.
Sebelumnya, protes masyarakat Kelurahan Buntu Burake telah menghasilkan lima kesepakatan penting dalam sebuah pertemuan mediasi. Di antaranya: pengakuan dari pihak keluarga bahwa pembangunan tidak disosialisasikan, kesepakatan untuk menghentikan dan membongkar pembangunan, serta desakan agar pemerintah dan kepolisian bersikap lebih bijak dan responsif.
“Kapolres telah melangkahi mekanisme yang berlaku dan justru menambah ketegangan. Karena itu, kami meminta Kapolda Sulsel untuk segera mengambil langkah tegas mencopot beliau dari jabatan Kapolres Tana Toraja,” tutup Nopen Kessu.
GMKI Cabang Tana Toraja menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kerukunan dan menahan diri, sembari mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak adil dan menjunjung tinggi aturan perundang-undangan dalam menyelesaikan persoalan ini.