Oleh: Dr. Rendra Anggoro (Akademisi Unismuh Makassar)
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto baru saja menginstruksikan kebijakan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun. Langkah ini bertujuan untuk mengalokasikan anggaran ke program prioritas, seperti makan bergizi gratis (MBG), serta menjaga stabilitas fiskal dalam jangka panjang. Secara konsep, efisiensi anggaran adalah langkah yang penting untuk memastikan belanja negara lebih efektif dan tepat sasaran. Namun, pertanyaan utama yang muncul adalah: apakah pemangkasan ini dilakukan secara tepat, dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian?
Kontribusi Positif: Stabilitas Fiskal dan Optimalisasi Anggaran
Dari perspektif fiskal, kebijakan ini dapat memperbaiki disiplin anggaran dan menjaga defisit tetap terkendali. Dengan penghematan ini, pemerintah dapat:
- Menekan defisit anggaran dan menjaga rasio utang terhadap PDB tetap dalam batas aman. Ini penting agar negara tetap memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal.
- Mengalokasikan dana ke sektor prioritas yang lebih berdampak langsung bagi masyarakat, seperti program sosial dan infrastruktur. Jika efisiensi benar-benar dilakukan pada belanja non-esensial, dampaknya bisa positif bagi pembangunan jangka panjang.
- Meningkatkan kepercayaan investor dan pasar internasional. Anggaran yang lebih sehat dapat menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, yang pada akhirnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dampak Negatif: Ancaman terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Swasta
Namun, di luar manfaatnya, pemangkasan anggaran dalam jumlah besar juga memiliki potensi risiko yang tidak bisa diabaikan. Dalam ekonomi makro, belanja pemerintah merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan PDB, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Jika belanja negara turun drastis, dampak negatifnya bisa meluas ke berbagai sektor:
- Pelemahan sektor jasa dan pariwisata. Pengurangan perjalanan dinas dan kegiatan seremonial bisa berdampak langsung pada industri perhotelan, transportasi udara, dan event organizer. Di daerah yang ekonominya bergantung pada aktivitas pemerintahan, dampaknya bisa lebih terasa.
- Potensi pengurangan tenaga kerja di sektor publik dan swasta. Dengan pemangkasan belanja operasional, ada risiko pengurangan tenaga honorer dan pekerja kontrak di instansi pemerintah. Selain itu, sektor swasta yang bergantung pada proyek pemerintah juga bisa terdampak.
- Penurunan daya beli masyarakat. Jika kebijakan ini berujung pada melemahnya pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, maka daya beli masyarakat juga bisa tertekan. Dalam kondisi seperti ini, konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang terbesar PDB bisa melemah.
Kesimpulan: Efisiensi Perlu, tapi Harus Selektif dan Terukur
Efisiensi anggaran adalah kebijakan yang penting, tetapi harus dilakukan dengan cara yang tepat. Jika pemangkasan ini dilakukan secara serampangan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi yang lebih luas, justru bisa menjadi bumerang bagi pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah perlu memastikan bahwa efisiensi ini tidak menghambat pelayanan publik dan pertumbuhan sektor-sektor strategis. Selain itu, perlu ada strategi kompensasi, seperti mendorong investasi swasta atau memberikan insentif bagi sektor-sektor terdampak agar kebijakan ini tidak justru memperlambat perekonomian.
Pada akhirnya, keseimbangan antara efisiensi fiskal dan stimulus ekonomi menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini. Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini bisa berujung pada stagnasi ekonomi yang lebih sulit untuk dipulihkan.