LANSKAPSULAWESI.COM – Bittuang, SMPN Satap 2 Bittuang, Tana Toraja, meluncurkan “Program Satu Siswa Satu Kebun,” sebuah inisiatif inovatif dari Bidang Kesiswaan yang ditangani langsung oleh Sumartoyo, S.Pd., M.Si. Program ini mengadopsi model Ketahanan Pangan Eco-Farm yang dikembangkan Sekolah Pemimpin, memanfaatkan pekarangan dan kebun siswa yang selama ini tidak produktif.
Sebanyak 217 siswa terlibat, bekerja sama dengan orang tua, pengurus komite, Kepala Lembang, dan Ketua PKK Buttu Limbong yang ikut membagikan bibit kangkung, buncis, dan terung ungu, sementara untuk bibit sawi, daun bawang, dan varian sayuran lain diperoleh dari orang tua dan guru. Kebun sayur siswa menggunakan pupuk alami atau pupuk kandang, mengingat tanah di pekarangan rumah siswa umumnya subur.
Program ini tidak hanya berfokus pada bercocok tanam, tetapi juga pendidikan karakter melalui pembuatan jurnal harian berkebun. Jurnal ini terintegrasi dengan tujuh kebiasaan anak Indonesia sehat, seperti bangun pagi, tidur cepat, berolahraga, dan makan makanan sehat. Kebiasaan berkebun mendorong siswa untuk bangun pagi guna merawat tanaman, tidur lebih awal untuk menjaga stamina, berolahraga melalui aktivitas fisik di kebun, dan mengonsumsi hasil panen yang sehat. Pendekatan ini membantu siswa membangun disiplin dan kesadaran akan pola hidup sehat, yang tercatat dalam jurnal mereka sebagai bagian dari evaluasi kesiswaan dan wali kelas.
Sumartoyo yang juga pencipta teori belajar Realitas Dimensional, menjelaskan bahwa kebiasaan berkebun membentuk kesadaran dan kebiasaan siswa secara kolektif. Menurutnya (Sabtu,4/10/25), pengalaman langsung siswa dengan lingkungan, benda, dan energi di alam membantu mereka memahami realitas secara nyata. Ia berharap Dinas Pendidikan dan Dinas Pertanian Tana Toraja dapat berkolaborasi untuk memperluas program ini ke seluruh SD dan SMP di seluruh Kabupaten Tana Toraja, menciptakan model ketahanan pangan yang berkelanjutan melalui praktik dunia pendidikan.
Ditemui di lokasi (Sabtu, 4/10/25) Norita Kombong Bawan, S.Pd., Kepala Sekolah SMPN Satap 2 Bittuang, memuji program ini sebagai langkah inspiratif yang mendorong jiwa wirausaha siswa. Hasil panen dibawa ke sekolah untuk dijual kepada guru-guru, sementara sebagian besar dikonsumsi bersama keluarga siswa. “Program ini sangat bagus karena tidak hanya mengajarkan keterampilan bercocok tanam, tetapi juga memotivasi siswa untuk berwirausaha dan menghargai hasil kerja keras mereka,” ujar Norita. Ia menambahkan bahwa program ini memperkuat kerja sama antara sekolah, keluarga, dan komunitas.
Dampak berkebun dirasakan oleh siswa kelas 8B bernama Yosep Tumonlo. Ia berhasil menjual sayur sawi hasil kebunnya kepada tetangga di sekitar rumahnya. “Saya senang karena tanpa mengganggu waktu belajar, saya bisa dapat cuan dari kebun,” ungkap Yosep dengan antusias. Program yang dimulai sejak Agustus dan September 2025 ini telah dipanen hasilnya oleh puluhan siswa.
Selain siswa, Guru IPS dan Wali Kelas Epafras Adi Paerunan, S.Pd., mengakui bahwa program ini awalnya menghadapi tantangan luar biasa, seperti kebiasaan siswa bermain game hingga larut malam sehingga mengganggu aktivitas pagi dan sore. Namun, dengan pendampingan intensif dari kesiswaan dan wali kelas, serta pengisian jurnal harian, siswa mulai menunjukkan perubahan positif. “Jurnal harian membantu kami memantau perkembangan siswa, dan kini mereka lebih disiplin serta antusias merawat kebun mereka,” tutur Epafras. Program ini diharapkan terus berlanjut, memberikan manfaat jangka panjang bagi siswa dan komunitas sekitar.