Gerakan Revolusi Demokratik (GRD) Gelar Aksi di Makassar, Tuntut Pencabutan UU TNI dan Reformasi Kebijakan

LANSKAPSULAWESI.COM – Makassar – Gerakan Revolusi Demokratik (GRD) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di pertigaan Jalan Alauddin-Pettarani, Kota Makassar, Jumat (4/5/2025).

Dalam aksi tersebut, massa membentangkan spanduk bertuliskan “Rakyat Bersatu Gulingkan Prabowo-Gibran.” Mereka menuntut DPR RI dan pemerintah untuk segera mencabut UU TNI serta menghentikan pembahasan RUU Kepolisian dan RUU Keamanan Nasional.

Jenderal lapangan GRD, Doni, menilai pengesahan revisi UU TNI sebagai bentuk kemunduran dan pengkhianatan terhadap reformasi 1998. Menurutnya, keterlibatan TNI dalam urusan sipil dan politik dapat menyebabkan perpecahan dalam pemerintahan karena sifat hierarkis komando dalam militer.

“Kami dari GRD mendesak pemerintah segera mencabut UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Keterlibatan TNI dalam jabatan sipil berpotensi disalahgunakan oleh pimpinan militer untuk kepentingan politik, seperti yang terjadi pada era Orde Baru,” tegas Doni.

Ia menambahkan bahwa militer tidak bekerja dalam sistem demokratis, tetapi dalam struktur komando hierarkis. Jika prajurit aktif terlibat dalam pemerintahan, maka sistem demokrasi tidak akan berjalan optimal.

“Sejarah telah membuktikan bagaimana dwifungsi ABRI menghilangkan demokrasi dan negara hukum di masa lalu,” tambahnya.

GRD juga menyoroti beberapa kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran, termasuk program makan bergizi gratis (MBG) dan Daya Anagata Nusantara (Danantara). Mereka menilai MBG tidak menyentuh seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan, karena hanya diberikan di sekolah, sementara banyak anak dari keluarga miskin yang tidak bersekolah tetap tidak terjangkau.

“MBG tidak tepat sasaran. Anak yang tidak sekolah karena faktor ekonomi tidak mendapat manfaatnya. Selain itu, banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal,” ujar Doni.

Lebih lanjut, ia mengkritik pemerintah karena tidak memprioritaskan perbaikan ekonomi pasca peralihan kekuasaan. Menurutnya, alih-alih memulihkan daya beli masyarakat, pemerintah justru membuat kebijakan yang menguntungkan segelintir elit politik.

“RUU Perampasan Aset Koruptor yang bisa memberikan efek jera bagi koruptor hingga kini belum disahkan DPR RI. Namun, revisi UU TNI yang mengancam kebebasan sipil malah disahkan dalam waktu singkat tanpa partisipasi publik,” kata Doni.

Ia juga menyoroti kondisi ekonomi yang dinilainya semakin memburuk, tetapi pemerintah justru mendirikan lembaga baru yang berpotensi menjadi ladang korupsi.

GRD menegaskan akan terus melakukan aksi unjuk rasa untuk mendesak pemerintah mencabut UU TNI serta menghentikan pembahasan revisi UU Polri dan RUU Keamanan Nasional.

“Kami akan konsisten mendesak pencabutan UU TNI dan meminta pemerintah menghentikan pembahasan RUU Polri serta RUU Keamanan Nasional. UU ini dapat semakin membatasi kebebasan berekspresi dan berpotensi berujung pada penghilangan paksa aktivis yang mengkritik kebijakan pemerintah,” pungkasnya.

GRD membawa isu utama “Rakyat Bersatu Gulingkan Prabowo-Gibran” dengan tuntutan sebagai berikut:

  1. Cabut UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan kembalikan tentara ke barak.
  2. Sahkan UU Perampasan Aset Koruptor.
  3. Tolak revisi UU Polri.
  4. Ganti program makan siang gratis dengan pendidikan gratis.
  5. Tolak PHK massal.
  6. Tolak penggusuran masyarakat adat dan perkotaan.
  7. Ganti haluan ekonomi.
  8. Bubarkan Danantara.
  9. Bubarkan kabinet “Gemuk” Merah Putih.
  10. Hentikan pembahasan RUU Polri dan RUU Keamanan Nasional.
  11. Hentikan perampasan ruang hidup rakyat.

 

Penulis: Marselinus HeraEditor: Hajar Aswad