MENJAGA RUANG HIDUP dan MELAWAN VANDALISME LINGKUNGAN di ENREKANG

Lanskapsulawesi.com, Makassar – Masyarakat Kabupaten Enrekang dikejutkan oleh kabar rencana pembukaan lahan tambang emas seluas ± 1.711 hektare oleh CV Hadaf Karya Mandiri mencakup wilayah Kelurahan Leoran dan Ba’ka di Kecamatan Enrekang dan Kecamatan Cendana.

Informasi tersebut memicu gelombang penolakan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari warga, tokoh pemuda, hingga kalangan mahasiswa.

Muhammad Arya, Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu (PP-HPMM) Periode 2023-2025 menilai proyek ini bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan hidup, tata ruang wilayah, serta keselamatan masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). (Sabtu. 18/10/2025).

“Berdasarkan dokumen RTRW Kabupaten Enrekang 2011–2031, kawasan Leoran dan Cendana termasuk dalam zona lindung yang berfungsi untuk konservasi air dan perlindungan lereng curam. Aktivitas pertambangan di kawasan tersebut berpotensi melanggar Pasal 47-48 Perda No. 14 Tahun 2011, yang secara tegas melarang kegiatan pertambangan di wilayah dengan fungsi lindung geologi, hutan lindung, dan kawasan resapan air.” Pungkasnya.

“Selain itu, Muhammad arya menerangkan bahwa, lokasi tambang berada di wilayah rawan longsor dan berdekatan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang, yang menjadi sumber air utama bagi masyarakat Enrekang bagian tengah. Pembukaan lahan tambang dikhawatirkan memperparah erosi, sedimentasi sungai, dan menimbulkan krisis air bersih di masa mendatang.”tambahnya.

“Rencana pertambangan tersebut merupakan ancaman serius terhadap kehidupan masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan, hal ini yang dimaksud dengan vandalisme lingkungan atau pengrusakan lingkungan hidup.” Tegasnya.

“Kami menolak dengan tegas aktivitas tambang di kawasan Leoran dan Cendana. Wilayah itu adalah ruang hidup masyarakat yang selama ini bergantung pada pertanian dan kehutanan.

Pemerintah seharusnya hadir untuk melindungi, bukan justru membuka jalan bagi kerusakan lingkungan permanen.” ujarnya.

Muhammad Arya juga menyerukan agar pemerintah daerah bertindak tegas menegakkan aturan tata ruang dan perlindungan lingkungan sesuai amanat undang-undang.

“Ini bukan semata soal izin tambang, tetapi soal keberlanjutan hidup masyarakat Enrekang dan masa depan generasi mendatang. Kami akan terus mengawal persoalan ini sampai ke tingkat pusat bila diperlukan,”

Sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap keberlanjutan ruang hidup, masyarakat maka Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu menyampaikan beberapa tuntutan.

1. Pemerintah Kabupaten Enrekang dan Kementerian ESDM diminta segera meninjau ulang atau mencabut izin tambang CV Hadaf Karya Mandiri apabila terbukti tidak sesuai dengan RTRW dan ketentuan lingkungan hidup.

2. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Enrekang didesak untuk membuka dokumen AMDAL dan izin lingkungan secara transparan guna menjamin partisipasi publik, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UU PPLH.

3. Penegakan hukum lingkungan terhadap setiap bentuk pelanggaran tata ruang, pencemaran, maupun perusakan lingkungan, sesuai ketentuan Pasal 97–120 UU PPLH.

4. Pemerintah Daerah dan DPRD Enrekang diharapkan memperkuat kebijakan perlindungan kawasan rawan bencana dan sumber air dalam revisi RTRW 2025–2045.

Bagi masyarakat Enrekang, tanah mereka bukan sekadar wilayah administratif, melainkan ruang hidup yang diwariskan untuk generasi mendatang. Keputusan membuka tambang emas di kawasan lindung tidak hanya merupakan pelanggaran administratif, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanah konstitusi, khususnya Pasal 28H UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.(*)