LANSKAPSULAWESI.COM – Makassar – Proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2025 di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Toraja Utara, kembali menuai sorotan. Dugaan adanya praktik kecurangan berupa “nama titipan” yang masuk ke dalam daftar peserta tanpa melalui mekanisme resmi di portal SSCASN mencuat sejak 9 Juli 2025.
Kasus ini telah masuk ranah penyelidikan Tipikor Polres Toraja Utara pada 7 Agustus 2025. Namun hingga kini publik belum memperoleh kejelasan perkembangan penanganannya. Kondisi tersebut menimbulkan kesan adanya pembiaran atau mandeknya proses hukum.
Ketua BPC GMKI Makassar, Maichel, menegaskan bahwa praktik “nama titipan” bukan persoalan sepele. “Fenomena di Toraja Utara tidak bisa dipandang sebagai kasus tunggal, melainkan indikasi bahwa praktik serupa juga terjadi di beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan,” ujarnya kepada lanskapsulawesi.com melalui chat Whatsapp
Dari sisi hukum, praktik ini merupakan bentuk maladministrasi karena bertentangan dengan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, yang mengatur setiap peserta wajib mendaftar melalui mekanisme resmi.
Lebih jauh, perbuatan tersebut berpotensi masuk ranah pidana, baik sebagai pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP) maupun penyalahgunaan wewenang (Pasal 421 KUHP). Jika terdapat unsur pemberian uang atau janji, maka perbuatan itu termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001. Dari aspek disiplin ASN, keterlibatan aparatur juga bisa berujung pada sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021.
Lebih jauh, praktik “nama titipan” mencederai rasa keadilan publik. Ribuan pelamar yang mengikuti prosedur resmi kehilangan kesempatan hanya karena adanya intervensi. Hal ini tidak hanya merusak prinsip merit system dalam birokrasi, tetapi juga mencoreng citra pelayanan publik dan mengubah PPPK menjadi komoditas politik serta ekonomi.
GMKI Makassar menilai, sudah saatnya Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel mengambil langkah konkret. Sebagai koordinator pelaksanaan teknis kepegawaian di daerah, Sekda harus memerintahkan audit menyeluruh atas proses seleksi PPPK khususnya di Toraja Utara dengan melibatkan Inspektorat Provinsi dan Ombudsman RI agar prosesnya objektif dan transparan. Selain itu, BKPSDM di tiap daerah wajib memberikan pertanggungjawaban terbuka kepada masyarakat.
“Penegakan hukum tidak boleh diperlambat. Polres Toraja Utara dan Polda Sulsel harus menyelesaikan kasus ini secara tuntas demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap birokrasi. Sistem seleksi PPPK harus bersih, adil, dan bebas dari praktik titipan maupun intervensi politik,” tegas Maichel.