Dua puluh satu tahun menuju Indonesia Emas. Waktu yang tidak mudah bagi negeri ini untuk menjawab semua tantangan di era itu. Indonesia Emas tidak saja sebuah goal, melainkan bagian dari proses panjang sejarah bangsa ini berdiri kokoh sejak di hari ulang tahunnya yang pertama. Proses itu adalah bagaimana negeri ini seharusnya bermetamorfosis dari berbagai ketinggalannya, menuju bangsa yang besar, bangsa yang berdaulat atas semua potensi yang ada di laut, darat dan di udara.
Mari sejenak kita bermimpi tentang Indonesia di tahun 2045.
Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 8% dan salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia dengan PDB per kapita terbesar dan tingkat kemiskinan yang sangat rendah.
Indonesia dengan populasi yang berpendidikan tinggi, sehat, dan produktif, dengan indeks pembangunan manusia yang setara dengan negara-negara maju.
Indonesia dengan teknologi dan inovasinya menjadi pusat peradaban di Asia Tenggara.
Indonesia dengan infrastruktur modern dan merata di seluruh wilayah NKRI, termasuk transportasi, energi, dan telekomunikasi.
Indonesia dengan pembangunan yang merata hingga ke titik akses terluar dan paling dalam sekalipun, menutup celah kesenjangan ekonomi antar daerah dan menciptakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah NKRI.
Indonesia yang sehat, kuat, dan bergizi di mana perempuan dan bayi terpelihara dengan baik, anak-anak bertumbuh tanpa hambatan dan dengan ketersediaan pangan yang melimpah ruah.
Indonesia dengan tata kelola SDA yang ramah lingkungan dan mandiri mengelola semua potensi alamnya.
Indonesia dengan sistim demokrasi yang kuat dan stabil, dengan dukungan dari pemerintahan yang bersih, efektif, serta bebas dari berbagai praktik korupsi dan nepotisme.
Indonesia dengan sistim hukum yang adil dan merata untuk semua orang, tidak tumpul ke atas dan tidak tajam ke bawah, hukum dengan timbangan yang selalu sama beratnya untuk para pelanggar hukum.
Indonesia dengan sistim pertahanan dan kemanaan terkuat di Kawasan Asia Pasifik, tangguh dalam permainan catur geopolitik dunia dan bertindak sebagai penengah terhadap negara-negara yang bertikai.
Indonesia dengan pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya leluhur namun tidak skeptis terhadap perkembangan global.
Menuju tahun 2045, Indonesia bermimpi menjadi negara yang berdaya saing tinggi, inklusif, dan berkeadilan. Dengan semangat gotong royong, inovasi, dan komitmen yang kuat, bangsa Indonesia diharapkan mampu menghadirkan transformasi yang menjadikan negara ini sebagai kekuatan ekonomi dan budaya yang disegani di dunia. Cita-cita Indonesia Emas bukan sekadar impian, melainkan peta jalan menuju masa depan yang lebih baik untuk seluruh rakyat Indonesia.
Hipotesis tentang Indonesia Emas yang Gemilang lalu didenotasikan dengan kondisi pemuda hari ini. Pemuda yang sedianya dipersiapkan menjadi pelaku Indonesia Emas rupa-rupanya dihantam gelombang kepanikan moral dan kerapuhan mental.
Tidak siap dengan perubahan menjadi momentum kemunduran yang mempertanyakan bagaimana sesungguhnya daya juang pemuda menghadapi fluktuasi dunia. Fenomena 10 juta generasi Z yang mengganggur yang diberitakan di media sosial seolah-olah menepis harapan bahwa Gen Z yang mandiri dan inovatif hanyalah fatamorgana.
Potensi demografi yang diharapkan rupanya tidak terlalu berkorelasi dengan visi Indonesia Emas yang menempatkan pemuda sebagai mekanik pembangunan. Generasi uzur yang hari ini memimpin pun seolah terlalu asyik dengan pikiran-pikiran feodal mereka, dan lebih parahnya lagi meniriskan potensi pemuda itu pada lahan tandus. Pemuda dipaksa beradabtasi dengan sudut-sudut perubahan sementara pengetahuan dan pengalaman mereka kering oleh sistim pendidikan feodalistik yang masih dipertahankan dalam bentuk kurikulum.
Pemuda digiring untuk mandiri dan berjuang sendiri tanpa pengawalan. Pemuda diberikan opini liar tentang masa depan. Di satu sisi mereka belajar tentang segala hal, namun pikiran mereka disihir oleh alih fungsi AI (artificial intelligence) dan budaya robotisasi yang tak lain propaganda kekinian agar pemuda menidurkan ilmunya dan membenamkan moralnya, bahwasannya peradaban ini tetap memuliakan manusia, dan bahwasannya yang berkembang saat ini memudahkan pemuda mengakselerasikan kemampuannya dengan cita-citanya, bukan sebagai ancaman.
Bukankah kita terlalu naif meminta pemuda menunggangi peradaban tanpa pengasuhan dan membiarkan mereka memusatkan perhatian pada ruang-ruang kosong? 79 tahun Indonesia merdeka, selayaknya menjadi momentum spesial bagi pemuda. Bukan saat ini pemuda dengan wadahnya sendiri mengekspresikan diri di luar perayaan HUT RI.
Spektrum kebutuhan dan pendidikan pemuda serta legasinya terhadap deretan pencapaian, sudah seyogyianya menjadi algoritma pengasuhan yang berjenjang serta berkelanjutan dalam berbagai ruang dan kesempatan, di mana sifat dan karakteristik pemuda perlu ditempatkan sesuai dengan warna-warninya mereka.
Mari tengok ke dunia hiburan, negeri ini seperti kehilangan mahligai disebut sebagai negeri Konoha. Indonesia bukan Konohagakure seperti pada cerita kartun naruto yang artinya daun tersembunyi atau negeri para ninja yang hidup bersembunyi. Walau itu hanyalah pengandaian akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap sistim hukum dan sosial-politik kita, namun istilah itu telah mencubit totalitas dari kesadaran kita bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja.
Hal yang tidak baik itu melahirkan ragam pemuda yang kritis. Ketika mereka bangkit menyuarakan kebenaran, ada-ada saja oknum feodal yang mengkanibalisasi semangat pemuda dengan membenturkan pemuda satu sama lain. Frontalisme semacam inilah yang turut mengambil bagian untuk melemahkan pemuda berkancah secara terhormat dan kompetitif. Bahkan jangankan bersaing secara sehat sekalipun diajak bekerja sama tetap pula dicarikan penyakit karena dianggap ancaman sekuralis.
Jadi, jika diminta bagaimana peran strategis pemuda menuju Indonesia Emas, maka ruang kendali apa yang akan pemerintah berikan kepada pemuda, agar pemuda menahkodai perannya seoptimal mungkin. Sebab berbicara peran strategis ada ribuan narasi tentang peran yang sudah dihafal mati oleh pemuda. Dari ekonomi makro hingga ekonomi mikro, dari prinsip filsafat liberalisme, konservatisme hingga paham libertarianisme, dari bahasa pemograman python, javascript hingga assembly language telah pemuda pahami, lakukan, dan beragam potensi lainnya telah mereka jalani.
Tugas puan pun hanyalah mengkoneksikan setiap pemuda Indonesia ke dalam sebuah ekosistem, di mana mereka dapat mengaktualisasikan seluruh sumber daya menjadi produk kerja, seni dan budaya. Mereka belajar membangkitkan moral dan menguatkan mentalitas sebagai modal mengakusisi perubahan menjadi emas kerja nyata.
sumber foto Egsa UGM