Oleh: Dr. Rendra Anggoro (Akademisi Unismuh Makassar)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang untuk memilih Bupati Enrekang periode 2025–2030. Belakangan ini tranding topic bakal calon bupati dan wakil bupati yang telah bersebaran namanya di media sosial yakni, pasangan Mitra Fakhruddin MB yang bepasangan dengan Mahmuddin dan pasangan H. Muh. Yusuf Ritangnga atau yang lebih dikenal dengan nama Haji Ucu’ yang berpasangan dengan Andi Tenri Liwang La Tinro.
Ada hal yang menarik dari kedua pasangan kontestasi kali ini, di mana Mitra Fakhruddin merupakan putera dari H. Muslimin Bando yang merupakan Bupati Enrekang 2 periode pada masanya dan Andi Tenri Liwang merupakan putera dari H. La Tinro La Tuntung yang juga merupakan Bupati Enrekang 2 periode pada masanya, banyak spekulasi yang bermunculan di tengah-tengah masyarakat tentang opini “mantan bupati vs mantan bupati”. Tapi apapun itu semua orang berhak punya pandangan.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk bertarung pada kontestasi politik (pilkada) maka para kontestan harus punya kemampuan financial atau lebih dikenal dengan istilah “isi tas”, bukan hanya popularitas, elektabilitas, kapasitas dan integritas, apalagi hanya mau jago-jagoan. Politik itu rasionalitas dari tindakan yang telah direncanakan dengan matang jauh sebelumnya. Maka dalam politik hanya ada 2 istilah “kalah atau menang”. Yah seperti itulah pemahaman sebahagian orang soal politik masa kini.
Jauh dari itu semua, pada kesempatan ini saya akan mengutarakan beberapa muatan soal leadership, terkhusus di Kabupaten Enrekang, para calon pemimpin tentunya harus memahami permasalahan yang ada di Enrekang, kita mengetahui bersama permasalahan yang paling krusial di Enrekang adalah defisit anggaran dan manajemen birokrasi yang belum efektif, maka diharapkan calon-calon pemimpin harus paham dan mampu memberi solusi terkait permasalahan tersebut, singkatnya kita semua berharap siapapun yang menjadi pemimpin di Enrekang maka selain memahami permasalahannya juga harus mampu menghadirkan solusi terkait masalah tersebut. Bahkan jauh dari itu kita punya harapan besar para calon pemimpin kita punya wawasan dan koneksi dunia internasional yang sekiranya ini mampu menjadi opsi membuka peluang yang besar untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Untuk para pemilih atau masyarakat Kabupaten Enrekang, harus lebih kritis dalam memilih pemimpinnya. Jika ekspektasi kita sebagai pemilih terlalu tinggi dalam membenahi persoalan atau permasalahan dan pembangunan di Enrekang maka kita semua harus lebih kritis memilih pemimpin ideal untuk Enrekang kedepan bukan hanya sebatas berorientasi pada uang semata atau istilah lebih akrabnya disebut dengan istilah “ada uang ada suara”. Kalau kita masih bermental seperti demikian maka seharusnya kita menurunkan serendah-rendahnya ekspektasi kita terhadap pembangunan dan kemajuan tanah kelahiran tercinta kita yakni Kabupaten Enrekang karena semua tindakan yang kita lakukan adalah memiliki konsekuensi sesuai tindakannya. Kita berorientasi pada uang semata maka jangan mengharapkan pembangunan dan kemajuan daerah kita, tapi kalau kita sadar dengan lebih kritis memilih pemimpin yang ideal dengan tidak berorientasi pada uang semata dalam memilih pemimpin maka kita punya harapan besar untuk kemajuan daerah kita. Paling tidak kita bisa melihat antara calon pemimpin yang sudah berpengalaman ataupun yang belum punya pengalaman. Cara memilih pemimpin itu akan berdampak pada tindakan pemimpin nantinya. Maka dari itu pilihlah pemimpin yang ideal dan rasional untuk kemajuan daerah kita dari segala aspek.