Dominasi China terhadap AI (Artificial Intelligence) dibuktikan dengan kehadiran deepseek – V3, sebuah model kecerdasan buatan (AI) berbasis bahasa yang dirancang untuk memahami, memproses, dan menghasilkan teks dalam bahasa manusia. Layanan sumber terbuka ini didirikan oleh sebuah sebuah perusahaan kecerdasan buatan dari Tiongkok, Hangzhou DeepSeek Artificial Intelligence Co., Ltd. Yang berpusat di Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Salah satu pendirinya adalah Liang Wenfeng di mana perusahaan tersebut didirikan pada tahun 2023 dan Liang menjabat sebagai CEO.
DeepSeek V3 dibuat dengan modal US$ 5,58 juta, sebuah prestasi gemilang dari pendirinya yang tidak membutuhkan modal besar untuk mewujudkan model dengan 671 miliar parameter yang dilatih hanya dalam 55 hari. Model ini mendapat pengakuan dari dunia internasional karena mampu beroperasi lebih baik dari pada model ChatGPT besutan Amerika Open AI yang dibuat pada zamannya dengan biaya ratusan juta dollar.
Yang membedakan Chatbot ini dengan ChatGPT bukan hanya dari segi performa di mana model R1 DeepSeek mampu bersaing dengan model A1o1 ChatGPT, namun dari segi layanan berbayar rendah. DeepSeek membutuhkan pembayaran 0,5 dollar atau sekitar 8000 rupiah dibandingkan berlangganan ChatGPT yang meminta potongan dari kartu kredit tiap bulannya 20 dollar atau senilai 300an ribu rupiah. Ia bahkan lebih murah dari lusinan chat bot serupa dengan kemampuan pemprosesan dan analisis data yang luar biasa.
Sisi lain yang menjadi keunggulan DeepSeek dari ChatGPT atau chat bot lainnya adalah responsibilitasnya terhadap permintaan pertanyaan terkait bahasa program, sains dan matematika. DeepSeek lebih teliti dalam hal mengartikan kode-kode dalam bahasa program dan mampu memberikan saran kepada penggunanya dalam hal penggunaan program sesuai dengan kebutuhan dan tujuan program itu dibuat. Artinya, DeepSeek bisa menjadi asisten pribadi yang handal bagi setiap programmer.
Kelebihan lain yang membuatnya unik dari chat bot lainnya adalah mereka baru saja di bulan Januari ini merilis fitur DeepThing yang dapat diaktifkan penggunanya berdasarkan perintah. Model ini setara dengan model Chat GPT yang canggih dan berbayar, cuma bedanya fitur ini gratis. Model ini pakai teknik Deep Reasoning yang tidak langsung menjawab pertanyaan penggunanya. AI ini seolah ngobrol dulu sama dirinya sendiri untuk memahami pertanyaan dan cari jawaban terbaik, prosesnya berjalan dalam hitungan detik dan menit tetapi hasilnya dijamin keren habis. Model R1 terbaru dari DeepSeek ini terlihat seperti manusia yang lagi berpikir, namun model ini mengakui tidak memiliki perasaan seperti manusia.
API (Aplication Programing Interface) DeepSeek dapat digunakan oleh para developer buat diintegrasikan AInya ke aplikasi mereka dengan biaya murah, misalnya seorang developer mau membuat aplikasi wisata paket, si dev dapat menggunakan API DeepSek untuk buat membuat pemetaan, perencanaan, hingga pengaplikasian paket app wisata paket tersebut dengan biaya yang sangat murah, efisien dan hemat waktu dan tenaga. Ngomong-ngomong biaya yang ditawarkan DeepSeek lebih murah dari developer seperti gemini.ai besutan Goggle yang berbayar $19 untuk terintegrasi.
Keunggulan lain chat bot yang dapat diakses gratis ini adalah pencarian webnya secara realtime. Saat ditanya terkait informasi dan analisis peristiwa kebakaran di Glodok Plaza pada Rabu 15 Januari 2025, chat ini mampu menjawab dengan basis data yang benar dan rill. Performa lain dapat diuji pada bidang sains di mana chat mampu memberikan penalaran secara spesifik bahkan untuk bidang matematika sendiri, chat ini mampu memetakan beberapa rumus yang serupa untuk satu tujuan penalaran.
Kemampuan DeepSeek yang buat penggunanya sebagai raja adalah kemampuannya menciptakan sumber terbuka atau open source. Penggunanya bisa menjalankan performa DeepSeek di komputer secara offline, jadi tidak perlu terkoneksi internet, penggunanya tetap bisa akses DeepSeek. Kemampuan inilah yang membuat Open AI dan chat bot lainnya meradang dan stress.
Sejak dirilis 10 Januari 2025, aplikasi kecerdasan buatan tersebut berada di puncak penggunanya di AS terutama bagi pengguna iphone di apple store. Kehadiran DeepSeek mengguncang pasar saham global. Beberapa perusahaan teknologi multinasional asal Amerika Serikat seperti Nvidia, Microsoft, dan Alphabet yang bergerak di bidang pembuatan chip, sistim, dan perangkat lunak mengalami kerugian yang dalam. Kedatangan DeepSeek tidak hanya mengagetkan dunia, tetapi juga membuat Nasdaq ambruk dalam waktu singkat dengan total kerugian sebesar $1 trilliun pada perdagangan senin 27 Januari. Pengaruhnya pun berdampak ke market Crypto terutama bitcoin, baik SP500 dengan kriptocurrency memiliki korelasi dengan kehadiran DeepSeek yang mengguncang pasar. Bagaimana tidak, investor memilih kabur dari Nasdaq karena membandingkan dua teknologi yang sama, di mana teknologi yang satu berbayar mahal, namun teknologi yang kedua berbiaya sangat rendah.
Saham Nvidia merugi minus 17,1% kehilangan hampir 600 miliar dollar dalam sehari, sedangkan Microsoft sendiri minus 3,71%. Kejatuhan ini dihubung-hubungkan sebagai karma sesumbar Sam Altman pendiri Open Ai di India pada tahun 2023 dengan mengatakan mustahil untuk perusahaan lain bersaing dengan kami, dan aksi Start Up kecil seperti DeepSeek datang penantang untuk menggeser industri chip bergeser ke Tiongkok.
Ketakutan investor yang bereaksi ke pasar Tiongkok menimbulkan sentiment pasar dan pertanyaan besar tentang valuasi pasar perusahaan-perusahaan teknologi AS yang terlalu besar untuk sebuah teknologi yang sama yang dimiliki China. Sebut saja seperti Meta yang menghabiskan dana $65 juta hanya untuk membuat model AI dengan pengujian beta yang saat ini berjalan di apk whatsaap, sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan keunggulan teknologi DeepSeek. Tentu reaksi negatif ke market AS mendorong Presiden Donald Trum untuk turun tangan.
Donald Trump mengingatkan para developer AI di AS untuk segera bangun dan kembali fokus memenangkan industri AI. Pernyataan Trump itu dijelaskannya sendiri bahwa AS memiliki sumber daya sains terbesar di dunia, membuat masa depan Amerika menjadi nyata dan mendekatkan masa depan kepada AS dengan memproduksi chip-chip komputer, semikonduktor, dan pharmaceutical yang berdampak pada kehidupan setiap orang.
Diketahui, Trump pada 21 Januari 2025 baru saja mengumumkan investasi sebesar 8.159 triliun untuk membangun infrastruktur kecerdasan buatan (AI) agar dapat bersaing dengan negara lain, terutama Rusia dan China. Mega Proyek itu didukung oleh Open AI, Soft Bank, dan Oracle yang kemudian membentuk perusahaan patungan bernama Stargate dengan tujuan membangun kompleks data center dan akan memperkerjakan 100 ribu orang untuk semua space pada semua subsektor pembangunan yang diprogramkan Trump. Misi Trump ini selain memposisikan AS sebagai pelopor dan pioneer dalam industry AI, juga untuk mempersiapkan diri bahwa perang dunia ke-3 bukan lagi tentang perang fisik melainkan perang teknologi di mana AS adalah pemenang sekaligus pengendali dunia.
Lalu bagaimana dengan Indonesia sebagai negara paling strategis di Asia Tenggara dan Pasifik. Fenomena perang AI yang tengah melanda dunia seharusnya dapat memprovokasi Indonesia untuk menyiapkan seluruh sumber daya yang salah satu komponennya diprogram dalam kurikulum nasional berbentuk silabus. Memperkuat berbagai institusi pendidikan untuk melakukan eksplorasi dalam pemetaan dan penyusunan perangkat atau desain untuk memulai industri AI dari mana, apakah dari industrinya sendiri atau dari sistim kurikulum yang dimodifikasi atau memang sebaiknya diselaraskan saja dengan perkembangan teknologi era 2035 – 20245.
Indonesia terlalu lama menonton sekaligus sebagai pengguna AI terbesar di Asia Tenggara. AI dalam negeri belum terlalu berkembang. Pada siaran Pers 4 Desember 2024 Presiden Prabowo hanya mengingatkan MenKomDigi untuk gunakan AI dengan bijak serta mendorong penggunaan AI di semua lini kehidupan mansuia dengan memperhatikan dampak negatif yang mungkin muncul, begitu kata Meutya Hafid.
Jika Indonesia hanya sebagai pengguna, bukan ikut bermain di industri vital ini, sebab AI asing berpotensi mempengaruhi kedaulatan negara, maka Visi Indonesia Emas tidak dapat diwujudkan untuk menciptakan ekosistem digital Indonesia yang inklusif, memberdayakan, dan berdaulat. Indonesia akan tertinggal dan sejajar dengan negara-negara pengguna lainnya, sementara Geo Politik dunia hari ini mengajarkan kepada semua negara bahwa keamanan dan ekonomi sebuah negara terlihat pada kecakapannya mengolah teknologi untuk tujuan kedaulatan dan pengaruh negara tersebut di kancah internasional.
Penulis adalah Kader KNPI, GAMKI, PP, LIRA, dan Jurnalis.