LANSKAPSULAWESI.COM – MAKASSAR (31/01/25), Tragedi tenggelamnya empat siswa SMPN 7 Mojokerto di Pantai Ndiri, Gunung Kidul DIY Yogyakarta (28/01/25), saat mengikuti kegiatan outing class, kembali menyoroti pentingnya standar operasional prosedur (SOP) yang ketat untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas.
Menanggapi peristiwa memilukan itu , Sumartoyo, pengurus Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Guru Penulis Indonesia (DPP AGUPENA) Ketua Bidang Humas dan Telekomunikasi, mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk segera meninjau ulang pelaksanaan outing class yang selama ini kerap dilakukan tanpa SOP yang jelas.
Dalam lima tahun terakhir, setidaknya ada 15 kasus kecelakaan fatal terjadi selama kegiatan outing class. Bulan 2 tahun 2020, 10 orang murid SMPN 1 Turi Sleman Jogyakarta meninggal terseret arus sungai saat mendapat tugas sekolah menyisir sungai, kecelakaan bus study tour di Semarang menewaskan 2 murid. Terbaru, pada 2025, empat siswa SMPN 7 Mojokerto menjadi korban di Pantai Ndiri.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa kegiatan outing class kerap kali mengabaikan aspek keselamatan, sehingga memerlukan regulasi yang lebih ketat.
Sumartoyo, yang juga aktivis pendidikan dan kader KNPI, menegaskan bahwa outing class seharusnya menjadi sarana pembelajaran yang menyenangkan dan aman. Namun, realitas di lapangan menunjukkan banyak sekolah tidak mempersiapkan kegiatan ini dengan matang. “Tidak ada protokol keselamatan yang jelas, mulai dari pemilihan lokasi, transportasi, hingga pengawasan selama kegiatan berlangsung. Ini yang harus segera diatasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, setiap sekolah wajib memiliki tim khusus yang bertanggung jawab mengevaluasi risiko sebelum melakukan outing class.
Lebih lanjut, Sumartoyo mengusulkan agar Kemendikdasmes segera mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur pelaksanaan outing class. Regulasi ini harus mencakup persyaratan lokasi yang aman, kualifikasi pendamping yang kompeten, serta prosedur darurat yang harus dipahami oleh seluruh peserta. “Tidak boleh lagi ada kegiatan outing class yang dilakukan asal-asalan. Setiap sekolah harus memastikan bahwa keselamatan siswa adalah prioritas utama,” tegasnya.
Sumartoyo yang juga seorang guru menyarankan agar outing class tidak hanya fokus pada aspek rekreasi, tetapi lebih mengedepankan nilai edukasi. Misalnya, dengan memilih lokasi yang relevan dengan kurikulum pembelajaran, seperti museum, kebun raya, atau pusat penelitian. Selain itu, penggunaan teknologi virtual reality (VR) juga bisa menjadi alternatif untuk mengurangi risiko kecelakaan. Dengan VR, siswa dapat melakukan eksplorasi tanpa harus berada di lokasi yang berbahaya.
Peran orang tua juga dinilai penting dalam memastikan keamanan kegiatan outing class. Sumartoyo menyarankan agar orang tua lebih aktif memantau kegiatan yang diikuti anak-anak mereka. “Orang tua tidak boleh hanya menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah. Mereka harus ikut terlibat dalam proses perencanaan dan evaluasi,” katanya. Orang tua juga perlu memastikan bahwa sekolah telah memenuhi standar keselamatan dan memiliki izin resmi dari pihak berwenang.
Dengan adanya regulasi yang lebih ketat dan kesadaran dari semua pihak, diharapkan outing class dapat kembali menjadi kegiatan yang bermanfaat dan aman bagi siswa. Tragedi-tragedi yang terjadi selama ini harus menjadi pelajaran berharga bagi dunia pendidikan Indonesia. “Kita tidak ingin lagi ada korban jiwa akibat kelalaian dalam pelaksanaan outing class. Ini tanggung jawab kita bersama,” pungkas Sumartoyo.