LANSKAPSULAWESI.COM – Bahwa Tindakan Kapolres Tana Toraja yang Dinilai Menciderai Nilai Kerukunan dan Toleransi di Tana Toraja, maka kami, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Tana Toraja, menyampaikan pernyataan sikap sebagai bentuk keprihatinan dan penegasan terhadap tindakan yang dilakukan oleh Kapolres Tana Toraja, terkait keterlibatannya dalam acara peletakan batu pertama pembangunan sebuah musholla di kawasan Buntu Burake, yang merupakan Tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dan etika kewilayahan serta keberagaman yang sensitif.
Bahwa Tindakan tersebut berpotensi menimbulkan ketegangan antarumat beragama dan mencederai semangat toleransi yang telah lama dijaga di daerah tersebut, dimana lokasi wisata religi umat Kristiani dan tempat berdirinya Patung Kristus Raja, ikon kekristenan dan simbol spiritual masyarakat Tana Toraja.
1. Mengecam Tindakan Kapolres yang In-konstitusional Bahwa Kami mengecam keterlibatan langsung Kapolres Tana Toraja dalam kegiatan peletakan batu pertama tersebut, yang kami nilai tidak sesuai dengan prosedur dan normanorma kebijakan hukum, terutama dalam wilayah yang sangat sensitif secara religius dan kultural. Kehadiran aparat kepolisian seharusnya netral dan menjunjung tinggi prinsip keharmonisan sosial, bukan menjadi aktor utama dalam kegiatan yang berpotensi memicu ketegangan antarumat beragama dengan sensitifitas yang tinggi.
2. Menciderai Nilai Kerukunan dan Toleransi Bahwa Tindakan ini telah menciderai nilai-nilai kerukunan, toleransi, dan penghargaan terhadap simbol-simbol keagamaan yang telah lama dijaga dan dihormati oleh seluruh elemen masyarakat Tana Toraja. Kawasan Buntu Burake adalah wilayah religius yang tidak hanya memiliki arti spiritual bagi umat Kristiani, tetapi juga menjadi representasi identitas budaya dan iman masyarakat lokal.
3. Mengabaikan Prinsip Musyawarah dan Partisipasi Masyarakat Bahwa Pembangunan rumah ibadah, apapun bentuknya, seharusnya melalui proses dialog dan musyawarah bersama tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat setempat. Kami tidak menolak pembangunan tempat ibadah agama manapun, tetapi penempatan dan prosesnya harus melalui pendekatan yang inklusif dan sensitif terhadap konteks sosial dan spiritual suatu tempat. Fakta bahwa pembangunan ini dilakukan tanpa keterlibatan penuh masyarakat merupakan bentuk pengabaian terhadap kearifan lokal dan semangat persaudaraan.
4. Menuntut Klarifikasi dan Evaluasi Kinerja Kapolres Bahwa Kami meminta kepada Kapolda Sulawesi Selatan dan Mabes Polri untuk MENCOPOT Kapolres Tana Toraja serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tindakan Kapolres Tana Toraja bersama jajaran, termasuk meminta klarifikasi terbuka kepada publik mengenai maksud dan dasar keikutsertaan dalam kegiatan tersebut. Aparat negara harus bertindak dalam bingkai kebangsaan dan keberagaman, serta tidak boleh menunjukkan keberpihakan yang dapat menimbulkan keresahan sosial.
5. Menyerukan Pemulihan Relasi Sosial dan Dialog Antarumat Bahwa Sebagai organisasi kepemudaan yang berlandaskan iman Kristiani dan nilai-nilai nasionalisme, GAMKI Tana Toraja menyerukan agar semua pihak, termasuk pemerintah daerah, tokoh lintas agama, dan masyarakat, kembali memperkuat dialog, rekonsiliasi, dan semangat toleransi yang menjadi fondasi hidup bersama di Tana Toraja.
Kami juga mendorong agar penataan kawasan religi Buntu Burake tetap mengacu pada semangat persatuan dan penghormatan terhadap identitas keagamaan yang telah menjadi warisan bersama dalam semangat kearifan lokal. Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya kehati-hatian semua pihak, termasuk aparat negara, dalam mengambil tindakan di ruang publik yang memiliki nilai sejarah dan spiritual tertentu.
Toleransi bukan hanya tentang kebebasan membangun, tetapi juga tentang menghormati simbol dan identitas suatu komunitas. terwujudnya Demikian pernyataan ini kami sampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan komitmen kami terhadap perdamaian dan keutuhan masyarakat Tana Toraja.
Cinta Tuhan …
Cinta Nusa Bangsa
Ora Et Labora