Oleh: Dr. M. Yusuf Alfian Rendra Anggoro KR, S.E.,M.M (Akademisi Unismuh Makassar)
Makassar, 31 Januari 2025 – Degradasi sumber daya manusia (SDM) di Indonesia merupakan isu serius yang semakin tampak dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam pola pikir dan mentalitas masyarakat. Salah satu faktor yang mempercepat kemunduran ini adalah kecenderungan sebagian kelompok masyarakat untuk mendewakan individu tertentu yang dianggap alim atau memiliki otoritas keagamaan secara berlebihan. Ironisnya, praktik ini justru bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad yang menekankan pentingnya keseimbangan, ilmu pengetahuan, dan kebebasan berpikir dalam beragama.
Fenomena ini menciptakan semacam perbudakan modern, di mana banyak orang tunduk secara membabi buta kepada figur-figur yang dianggap suci, tanpa berani mengkritisi atau mempertanyakan kebenaran yang mereka bawa. Lebih parah lagi, beberapa pihak menggunakan agama sebagai alat untuk membenarkan dominasi mereka atas kelompok lain, baik dalam aspek ekonomi, politik, maupun sosial. Akibatnya, terjadi stagnasi intelektual dan degradasi daya saing, karena masyarakat lebih sibuk mengikuti dogma dan kultus individu dibanding mengembangkan potensi diri.
Jika kita bandingkan dengan negara-negara maju, seperti Jepang, Jerman, atau Amerika Serikat, pola pikir masyarakatnya sangat berbeda. Mereka menanamkan budaya kritis, inovatif, dan mandiri sejak dini. Pemimpin dihormati bukan karena kultus individu, melainkan karena kompetensi dan kontribusi mereka yang nyata bagi Agama, Bangsa dan Negara. Agama di sana lebih bersifat personal dan tidak digunakan sebagai alat untuk mengontrol atau mengekang kebebasan berpikir masyarakat.
Indonesia harus segera keluar dari pola pikir feodal yang menghambat perkembangan SDM. Agama seharusnya menjadi pendorong kemajuan, bukan alat untuk menjebak masyarakat dalam kebodohan sistematis. Tanpa revolusi mental yang serius, kita akan terus tertinggal dalam persaingan global, sementara negara-negara lain semakin maju dalam segala aspek kehidupan.